Halaman

Tampilkan postingan dengan label opini kanghanif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label opini kanghanif. Tampilkan semua postingan

Selasa, 23 Maret 2010

Perubahan Proses Bisnis Akibat TI, yang Melunturkan Etika Tradisional

1 komentar
Kemajuan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang begitu pesat, bahkan sangat pesat. Terlihat dari banyaknya alat teknologi dan komunikasi yang semakin canggih, beragam, dan dalam jumlah yang luar biasa. Kemajuan ini membawa efek positif bagi kehidupan manusia dan beberapa proses bisnis maupun proses non-bisnis lainnya. Sebagai contohnya, dengan adaya koneksi internet saat ini, seorang dosen dapat meng-upload materi ajarnya di internet, entah di situs penyimpanan online ataupun di blog pribadi guru tersebut, sehingga para mahasiswa dapat mengakses materi kuliah tersebuit di manapun dan kapanpun mereka inginkan, asal ada koneksi internet, tentunya. Begitu juga teknologi lainnya, seperti printer, telepon genggam, GPS, dan lain sebagainya.

Namun, setiap benda di dunia ini pasti punya sisi positif dan negatif, atau kelebihan dan kekurangannya. Dan teknologi informasi-komunikasi pun takkan bisa kuput dari kedua sisi ini. Dan dalam tulisan ini, akan sedikit saya singgung sisi kekurangannya atau dampak kemajuan teknologi yang merubah proses bisnis maupun sosial yang dapat melunturkan nilai-nilai etika tradisional kemasyarakatan.


1. Proses Jual Beli dan Hubungan Anak Perantauan dengan Orangtua
Mau tidak mau, proses yang satu ini musti akan ikut berubah prosesnya. Dulu, orang jual beli memakai model barter, sebelum orang mengenal uang. Lalu setelah mengenal uang, orang mulai membeli dan menjual, dengan uang sebagai alat tukarnya. Dan proses itu biasa terjadi sebuah tempat yang disebut PASAR, dan tempat itu memang punya fisik, nyata, dan bisa didatangi oleh setiap penjual dan pembeli. Tapi, kini? Bagaimana kita saksikan seorang di Indonesia dapat berbelanja laptop dari Jepang tanpa harus pergi ke sana dan tanpa harus repot menukar uang dan tanpa capek karena perjalanan panjang. Cukup di rumah, bermodalkan koneksi internet, proses itu semakin terasa cepat. Dalam proses sosial, hal itu pun bisa terjadi.
Mari kita lihat bagaimana TI mempengaruhi proses jual beli dan proses sosial, misalnya antara seorang anak dengan orangtuanya.

a. Model Kerja

Pada teknologi modern masa kini, jual-beli dilakukan di mal-mal ataupun melalui internet dengan menggunakan jasa paypal atau melalui transfer bank.

• Melalui HP, seorang penjual dapat memesan barang ke distributor. Begitu pula seorang pembeli dapat langsung memesan barang ke si penjual, TANPA BERTATAP MUKA SECARA LANGSUNG.
• Seorang anak kuliah yang merantau ke Jogjakarta, yang asalnya dari Kalimantan dapat dengan mudah menghubungi orangtuanya di Kalimantan, sesering apa yang dia inginkan, melalui HP.
b. Nilai Etika Tradisional yang Hilang
• Tidak adanya tawar menawar secara face to face dalam proses jual-beli, meski proses itu tetap ada, namun tanpa bertatap muka.
• Hilangnya rasa saling mengenal (bagaimana wajahnya, bagaimana sikapnya saat bertemu orang, tidak bisa kita ketahui bila tidak bertemu) dan silaturahim antara pembeli dan penjual, dan ini merenggangkan hubungan.
• Seorang anak, merasa tidak perlu mudik Lebaran atau mudik liburan lainnya, toh dengan HP dia bisa menelpon ibu dan bapaknya di kampung halaman. Silaturahim anak dan orangtua menjadi jarang, bahkan renggang. Tidak ada sungkem, atau berwajah seri kepada orangtua, kecuali harus dengan video conference.

c. Penjelasan lebih lanjut

Jaman dahulu orang melakukan proses transaksi jual beli di pasar. Di sini terdapat seni/tradisi jual beli yaitu saling tawar menawar. Karena kemajuan teknologi, orang-orang mulai melakukan proses jual-beli di mal-mal atau bahkan melakukan jual-beli di internet seperti menggunakan paypal atau sejenisnya. Dengan adanya mal-mal, kita sudah kehilangan tradisi tawar menawar, karena di mal-mal tersebut tidak ada barang yang bisa di tawar. Apalagi dengan adanya paypal, kita jadi kehilangan etika saling silaturahmi, karena dengan adanya paypal, kita jadi tidak bisa bertemu langsung dengan si penjual, yang otomatis pula, kita sebagai penjual juga kita tidak bisa bertemu dengan pembelinya.

2. Situs jejaring social social networking

a. Model kerja
• Pada masa kini, orang-orang lebih mengutamakan berkomunikasi dengan menggunakan situs jejaring social seperti facebook, twitter, friendster, dan lain sebagainya.

b. Nilai etika tradisional yang hilang
• Orang jadi lebih sering berada di dunia maya sehingga menyebabkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang merupakan dunia nyata di mana ia tinggal menjadi berkurang.
• Hilangnya kode etik dan rasa takut untuk melakukan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi, karena identitas di sana bisa saja dipalsukan atau disembunyikan.
• Lunturnya etika berkata-kata secara sopan santun, karena munculkan bahasa-bahasa 'gaul' yang kadang kasar dan sulit dimengerti oleh orang lain.
• Berkirim pesan lewat facebook atau twitter atau yang lain, di sampng memang lebih cepat, tapi esensi silaturahim dan saling berkunjung menjadi langka.

c. Penjelasan lebih lanjut

Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang biasanya terjadi apabila kita terlalu sering berada di dunia maya, sehingga kita tidak bisa tau apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Banyak orang yang enggan keluar dari rumah karena sudah merasa cukup mendapatkan informasi melalui internet. Kebanyakan orang tersebut memang mendapatkan informasi yang dia inginkan, tapi apakah semua informasi ada di internet?bagaimana apabila tetangga atau orang di sekitarnya mengalami masalah keuangan?apakah akan di “umbar” di internet?bagaimana kalau orang itu tidak mempunyai akses internet?. Bisa saja karena hal-hal tersebut kita menjadi jarang keluar rumah. Hal ini tentu saja berpengaruh pada rasa persaudaraan kita yang hilang.

Dengan adanya situs jejaring social juga sudah menghilangkan rasa takut pada diri kita untuk melakukan hal-hal yang berbau pornoaksi dan pornografi. Misalnya saja masa kini sudah ada yang namanya “facebook of sex”. Pada facebook tersebut, tidak sedikit orang yang “mengumbar” aurat mereka. Dan kita sebagai pengguna/pemakau sudah merasakan hal yang lumrah untuk melihat hal-hal tersebut. sudah tidak ada lagi rasa takut/rasa berdosa untuk melihat hal-hal tersebut karena sudah tidak merasa diawasi lagi.

Minggu, 29 November 2009

Adab Makan Ala Iklan

4 komentar
Paijo, sebut saja begitu, terkejut saat mendapati Pak Ngadiyan, seorang tokoh masyarakat di desanya, dengan lahap makan sepotong pisang goreng dengan tangan kiri, enjoy saja. Begitu juga saat pak Ngadiyan menyeruput segelas kopi hangat buatan istrinya, lagi-lagi pakai tangan kiri. Lantas, apakah pak Ngadiyan tidak punya tangan kanan? Oh, ternyata tidak. Tangan kanan pak Ngadiyan sedang asyik memencet keypad HP Nokia miliknya, sedang berkirim pesan dengan rekan bisnisnya.

Paijo pun heran, melihat seorang pak Ngadiyan yang merupakan tokoh masyarakat, makan dan minum pakai tangan kiri. Aneh, pikirnya. Mumpung agak sepi, Paijo memberanikan diri menegur ulah pak Ngadiyan itu, "Assalamu'alaikum, pak. Lagi istirahat ya, pak? Kok nikmat sekali sepertinya." Pak Ngadiyan pun menimpali, "Wo'oloikumsolom (masih ada sedikit pisang goreng di mulutnya). Eh, eh, iya nih, Jo. Duduk-duduk sini dulu." Paijo memulai aksinya, "Anu, Pak. Tadi saya lihat bapak makan pisang dan minum kopinya pakai tangan kiri. Maaf, tapi saya hanya sekedar mengingatkan kalau itu ndak baik, Pak. Apalagi bapak adalah tokoh di desa ini, yang perilakunya disoroti masyarakat. Islam, begitu juga adab orang Jawa kan mengajari kita kalau makan itu, ya dengan tangan kanan. Ini nyuwun sewu lho, Pak. Cuma mengingatkan..."

Pak Ngadiyan pun tersipu malu mendengar teguran halus Paijo, untung sepi. Malunya ndak terlalu kebangetan. Dan setidaknya untuk sore itu, Pak Ngadiyan menghabiskan pisang goreng dan kopinya bersama Paijo dengan bertangan kanan ria... hmmm...

Paijo tambah heran lagi saat dia melihat teman-teman kampungnya juga bertingkah seperti Pak Ngadiyan, makan-minum dengan tangan kiri, tanpa rasa malu dan risih. Kok orang-orang jadi begini, ada apa ya? Ketika dia lewat warungnya Mbok Darmi, yang ada televisinya, si Paijo kaget melihat sebuah tanyangan iklan air minum yang menampilan seorang aktor yang minum dengan tangan kiri, dan paijo pun bergumam, "Lha ini. Guru yang mengajari makan pakai tangan kiri!"

Cerita di atas cuma saya karang sendiri. Entah di sana Paijo atau Pak Ngadiyan serta Mbok Darmi, saya cuma asal mengambil nama saja. Mohon maaf jika ada yang namanya sama (semoga saja sama dengan Paijo...)


Itu hanyalah sebuah gambaran kecil tentang bagaimana dekandensi moral telah menggerogoti bangsa ini, atau secara lebih khusus saya sebut umat Islam di Indonesia. Dan sudah menjadi hal yang lumrah di dunia hiburan televisi. Hampir di semua tayangan iklan, wisata kuliner, atau apapun yang menampilkan acara makan-minum, host atau pemerannya dengan tanpa rasa malu atau risih bahkan merasa percaya diri menggunakan tangan kiri. Dan ironisnya, sebagian besar mereka adalah aktor atau aktris muslim. Lebih mengherankan lagi saat masyarakat dengan latah meniru adab makan yang diusung oleh media televisi dalam berbagai ragamnya. Atau, jika seseorang tidak makan-minum dengan tangan kiri, maka dia akan membiarkan orang lain yang makan-minum dengan tangan kiri. Sederhananya, masyarakat menganggap adab makan ala iklan sebagai hal wajar dan lumrah yang tak perlu dipermasalahkan.

'Kotak ajaib' ini memang telah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian masyarakat kita. Mungkin tidak punya beras lebih ringan bagi mereka jika tidak punya televisi. Televisi yang fungsi dasarnya sebagai hiburan, kemudian beralih fungsi menjadi 'berhala', guru, dan 'public figur' bagi masyarakat. Dalam banyak hal, tak terkecuali dalam masalah adab makan-minum.

Padahal, untuk urusan sesederhana ini, Islam telah menjelaskannya dengan sangat baik dan mudah. Rasulullah bersabda, “Wahai anak muda, sebutkanlah nama Allah (Bismillah), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR. Bukhari Muslim) Sederhana, dan semua orang pasti bisa melakukannya. Tapi, sayangnya, manusianyalah yang mempersulit diri atau terkesan memudah-mudahkan dalam hal ini.

Jika muncul sebuah pertanyaan, "Memangnya kalau makan pakai tangan kiri, kenapa?"

Ada sebuah hadits Rasul yang akan menjawab pertanyaan di atas, "Janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena setan makan dengan tanga kiri." (HR. Muslim no. 2019)

Nah, korelasinya adalah jika kita makan dengan tangan kiri yang merupakan cara makannya setan, berarti kita telah meniru setan dan barangsiapa yang meniru setan maka dia berdosa, termasuk pengikut setan, setidaknya dalam adab makan. Singkatnya, kita berteman dengan setan, padahal hal ini dicela bahkan dilarang oleh Allah. Mau? Berteman dengan setan?
Adab makan yang juga kurang baik, tapi hal ini lumrah di televisi adalah makan-minum sambil berdiri, berjalan, bahkan sambil berlari. Hal ini, secara unggah-ungguh orang Jawa saja kurang pantas, apalagi jika dilihat dari segi adab Islam, sungguh tidak pantas. Tapi, televisi mempertontonkannya dan sadar atau tidak sadar mendidik masyarakat, terutama anak-anak, untuk berakhlak semacam itu. Masih bisakah televisi disebut sebagai media pendidikan?

Para pembaca sekalian, televisi atau media secara umum, yang kini dipegang secara mayoritas oleh kaum kuffar memang getol dan begitu antusias memprogandakan pemikiran-pemikiran serta kebudayaan mereka dengan tujuan mengalahkan atau melemahkan kekuatan kaum muslimin. Mereka tahu dan paham bahwa umat Islam itu akan lemah jika mereka meninggalkan satu saja ajaran Nabi mereka, termasuk dalam hal tatacara makan-minum. Tapi ironisnya, umat Islam sendiri tidak sadar kalau mereka sedang dijajah dan diperangi. Yang terjadi justru umat Islam begitu permisif dengan budaya-budaya orang kafir tanpa mau lebih dulu menyaring budaya tersebut. Ditelan mentah-mentah begitu saja. Dan akhirnya, kita lihat bahwa televisi tidak lagi hanya sekedar tontonan masyarakat, tapi telah menjadi tuntunan berperilaku di masyarakat. Terlalu....

Solusinya sederhana, tapi menuntut sebuah keseriusan dari masing-masing individu masyarakat jika memang mereka menginginkan kebaikan dan perbaikan. Solusi paling dasar dan utama adalah kembali kepada ajaran-ajaran luhur yang tertera dalam Al-Quran dan Hadits. Kembali di sini dapat kita maknai dengan kembali rajin belajar tentang aqidah, ibadah, muamalah, dan juga akhlak yang baik dan benar berkehidupan sehari-hari. Kalau kita mau jujur, satu solusi ini akan cukup sekali menuntaskan permasalahan negeri kita dan akan membuat umat Islam kembali kuat, disegani oleh umat lain, dan berjaya di dunia ini.

Ini baru masalah makan-minum dengan tangan kiri yang banyak terekspos di media televisi, belum lagi segudang akhlak moral yang begitu rendah dan bejat yang tak kalah banyaknya dipertontonkan di 'kotak ajaib' itu yang pada akhirnya dijadikan tuntunan oleh masyarakat Indonesia.

Oleh karena itulah, kepada segenap orangtua di negeri ini, sayangilah putra-putri Anda dengan memberikan pendidikan agama yang terbaik bagi mereka. Jangan sampai peran pendidikan yang sejatinya adalah tugas para orangtua dan guru malah diambil-alih oleh televisi atau malah Anda yang mempercayakan anak Anda pada televisi. Tapi, persoalannya, sudahkah Anda, sebagai orangtua, memberikan contoh yang baik pada mereka dalam hal makan-minum ini? Jika belum, mulailah pada diri Anda dan barulah didik buah hati Anda untuk berakhlak dengan akhlak Islam sehingga mereka terjaga dengan baik.

Paragraf terakhir ini akan sedikit memberikan saran, kalau dalam berkehidupan, kita sudah punya guru yang jauh lebih profesional dan punya kebaikan yang harus kita jadikan tuntunan, yaitu Al-Quran dan Hadits Nabi, lalu untuk apa kita berguru pada televisi yang tidak profesional dalam mendidik anak bangsa dan malah sering menjerumuskan serta membawa efek negatif bagi kemajuan bangsa? Jangan biarkan anak Anda dididik oleh televisi, karena mereka begitu berharga...

Lantas, bagaimana sebetulnya adab makan-minum ala Islam? Silahkan download ebooknya secara gratis di sini.

Semoga bermanfaat...
====KangHanif====


Gratizzan!